Sejak lahirnya domba Dolly
tanggal 5 Juli 1996 di Roslin Institute,
Edinburgh, Skotlandia, kata “kloning” tiba-tiba melanda dunia. Kata ini
sebenarnya sudah lama dipakai dalam bidang biologi, namun tidak pernah dipublikasikan
sedemkian maraknya sampai foto anak domba kecil dari jenis Finn Dorset ini
menghiasi setiap halaman muka surat kabar terkemuka di dunia.
Kemudian berita “kloning”
kembali menggemparkan dunia ketika Dr. Boisselier, anggota Raelians (sebuah
grup religius yang percaya bahwa manusia diciptakan oleh makhluk luar angkasa
yang mengkloning dirinya sendiri) mengumumkan bahwa seorang bayi kloning telah
lahir dengan selamat, sebagai buah penelitian grupnya akhir tahun 2002. Entah
karena takut dikecam oleh para pemerhati etika sains, atau kerena berita ini
hanya sebuah upaya untuk menarik minat para pemilik dana untuk bergabung dalam
kelompok ini, tidak ada satu pun data-data penelitian yang diperlihatkan, tidak
juga foto bayi maupun foto ibunya. Di dalam dunia penelitian yang menuntut
publikasi jurnal yang memuat data, grafik, dan bukti-bukti yang akurat, berita
yang dianggap sebelah mata oleh para ilmuwan ini telah menggegerkan dunia awam
sekaligus menyuntikkan ide-ide baru yang kontroversial.
Prinsip dari teknik yang
diaplikasikan untuk menciptakan Dolly, sebenarnya sangatlah sederhana dan sudah
ada sejak tahun 1975. Seorang ilmuwan bernama Gurdon mengambil nukleus (inti
sel) dari sel telur katak dan menggantinya dengan nukleus dari sel usus.
Hasilnya, kecebong-kecebong kecil yang mati tumbuh menjadi katak dewasa. Dua
hal yang menyebabkan penelitian ini begitu penting yaitu pertama, dogma yang
kita pelajari di bangku sekolah, yang menyatakan bahwa hanya sel kelamin yang
dapat bereproduksi adalah salah. Sel somatis (semua sel selain sel kelamin,
yaitu sel saraf, sel kulit, sel tulang, sel otot, dan sebagainya) juga dapat
menghasilkan individu baru asal diimplantasikan (dicangkokan) ke dalam sel
telur penuh gizi untuk pertumbuhan embiro. Kedua, sel-sel tubuh kita yang
dianggap sebagai sel-sel yang hanya bisa beregenerasi sebagai jenis yang sama
dari dirinya (sel rambut yang membelah diri hanya bisa membentuk sel rambut
lainnya) ternyata dapat menjadi sebuah individu baru yang lengkap. Inilah yang
menjadi pemicu berkembangnya penelitian stem
cell, sel mudah yang dapat berkembang menjadi sel apapun.
Dolly adalah anak domba
yang lahir tanpa kurang suatu apapun, walaupun ia bermula dari sebuah sel telur
kosong yang diisi dengan nukleus sel kelenjar susu ibunya. Dengan demikian,
tidak seperti domba normal lainya yang memiliki separuh informasi genetika si
ayah separuh dari si ibu, setiap sel di tubuh Dolly menyimpan kode genetis yang
sama persis dengan ibunya. Bisa dikatakan Dolly adalah kembar dari si induk
yang terlambar lahir 6 tahun lamanya (umur si induk pada saat itu). Namun
setelah hidup hanya 6 tahun (umur domba biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly
mati muda disebabkan penyakit paru-paru, yang biasanya menyerang domba-domba
yang lanjut usia. Dolly juga mengendap penyakit arthritis, mengerasnya
sendi-sendi dan engsel tulang, lagi-lagi
penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah tua. Penelitian sesudah
kematiannya, menunjukan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih pendek dari
pada domba normal seusianya. Dolly dikloning dari domba yang berusia 6 tahun
dari hasil penelitian ini seolah-olah menunjukan bahwa tubuh Dolly sudah
berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
Jumlah sel telur yag
dipakai dalam percobaan itu yaitu 277 buah. Dan satu-satunya yang berhasil
hanya hidup singkat. Tidak hern kalau kemudiaan timbul kalangan menentang
kloning manusia. Bagi mereka ini tidak lain adalah sebuah pembunuhan massal.
Namun seperti semua ide
kontroversial pada layaknya, di mana ada kontra selalu ada pro. Mengapa? Karena
ada keuntungan yang bisa didapatkan dari mengkloning manusia. Misalnya,
membantu baik pasangan mandul maupun orang tua tunggal untuk memiliki anak yang
benar-benar darah dagingnya. Ada pula motivasi-motivasi lain yang berada di
ambang toleransi etika menusia yaitu menciptakan anak sehat yang gennya
didesain sedemikian rupa, sehingga si kakak yang hampir mati karena menderita
penyakit beta-thalassaemia (sejenis kangker darah bawaan) dapat di selamatkan
dengan transplantasi sumsum tulang belakang dari stem cell embiro adiknya. Suatu kasus yang dimenangkan di
pengadilan Inggris bulan April lalu setelah melalui pengadilan selama
hampir tahun.
Kemanapun arah penelitian
kloning berjalan, ada satu hal yang mungkin sebaiknya kita pertimbangkan. Bahwa
walupun kita berhak menentukan nasib hewan, apakah mereka akan berakhir di
perut kita atau barakhir di meja percobaan, sam seperti kita berhak mengambil
keputusan atas hidup kita, manusia kloning pun (walupun masih berbentuk embiro)
punya hak menentukan nasibnya sendiri.
Sumber
: http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel&ext=49
0 komentar:
Posting Komentar